A. Jenis tulisan dalam Laras Ilmiah
Dalam uraian
di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar,
semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras
ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah karya
tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran,
fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh.
Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang
melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).
Dalam uraian
di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan
merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis
akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa
peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis.
Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release,
surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual
berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar
dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah
memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya
ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai
kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan.
Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk
menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan
kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan
sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap
harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan
bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut:
(Brotowidjojo, 1988: 15-16).
·
Karya ilmiah
menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam
pada situasi spesifik.
·
Karya ilmiah
ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam
pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan
rujukan dan kutipan yang jelas.
·
Karya ilmiah
disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali,
konseptual, dan prosedural.
·
Karya ilmiah
menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang
mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
·
Karya ilmiah
mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu
hipotesis.
·
Karya ilmiah
ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung
kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada
keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat
ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
·
Karya ilmiah
pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan
argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka
karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan
pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan
mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran
karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan
uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki
tiga ciri, yaitu :
·
harus tepat
dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
·
harus secara
tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar
tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
·
harus
singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
B.
Eksposisi, Argumentasi, Narasi, Deskriptif
A. Paragraf
Narasi -->
Menceritakan atau mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak
seolah-olah pembaca mengalami sendiri peristiwa itu.
Contoh:
Tepat
ketika tanggal 10 Maret, sekolahku libur selama sembilan hari dan akan berakhir
pada tanggal 18 Maret. Aku dan seluruh keluargaku tidak menyia-nyiakan waktu
ini untuk mengadakan liburan keluarga. Ketika itu aku memilih berlibur ke
Pantai Parangtritis. Pagi-pagi aku telah berbenah dan menyiapkan semua perbekalan
yang nantinya diperlukan. Sepanjang perjalanan, aku iringi dengan nyanyian lagu
riang. Betapa senangnya aku ketika sampai di pantai tersebut. Dengan hati suka
ria, aku sambut Pantai Parangtritis dengan senyumku. Pantai Parangtritis,
pantai nan elok yang menjadi favoritku. Tanpa menyia-nyiakan waktu, aku
mengajak kakakku untuk bermain air. Kuambil air dan aku ayunkan ke mukanya.
Dengan canda tawa, kami saling berbalasan. Puas rasanya, terasa hilang semua
kepenatan karena kesibukan tiap harinya. Di sana, aku dan seluruh keluargaku
saling berfoto-foto untuk mengabadikan momen yang indah ini. Tak terasa waktu
berjam-jam telah kuhabiskan disana. Hari pun mulai sore menandakan perpisahan
dan kembali pulang. Tak rela rasanya kebahagiaan ini akhirnya selesai. Dalam
benakku, aku kan kembali esok.
B. Paragraf
Deskripsi -->
Menggambarkan sesuatu (objek) secara terperinci atau mendetil sehingga tampak
seolah-olah pembaca melihat, mendengar, dan merasakannya sendiri.
Contoh:
Masih
melekat di mataku, pemandangan indah nan elok pantai Parang Tritis. Gelombang
ombak bergulung-gulung datang silih berganti menyambutku serasa ingin mengajak
bermain. Air yang jernih dan pasir putih lembut yang menghampar luas tanpa ada
tumbuh-tumbuhan atau karang yang menghalangi membuatku ingin kembali lagi. Di
sebelah kanan-kiri, aku bisa memandang air laut sejauh mata memandang, pandai
dengan bukit berbatu, pesisir serta pemandangan bukit kapur di sebelah utara
pantai. Kurasakan dingin membasuh kakiku karena ombah menghempas kakiku dan
terasa asin air itu ketika bibirku terkena percikan. Sepanjang aku berjalan,
hampir pinggiran pantai dipenuhi oleh pengunjung wisatawan. Kulihat ada yang
berlari berkejar-kejaran di bibir pantai, bermain bola, bermain dengan air,
berfoto-foto dengan latar sekitar pantai. Tapi yang paling membuatku tertarik,
kulihat ada beberapa turis manca negara yang menikmati keindahan pantai ini
dengan naik delman. Seperti apa yang aku lihat, pantai ini memang sangat ramai
pengunjung. Tak pernah sunyi pantai Parang Tritis.
C. Paragraf
Eksposisi -->
Menjelaskan atau memaparkan tentang sesuatu dengan tujuan member informasi
(menambah wawasan).
Contoh:
Parangtritis
adalah nama desa di kecamatan Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di
desa ini terdapat pantai Samudera Hindia yang terletak kurang lebih 25 km
sebelah selatan kota Yogyakarta. Parangtritis merupakan objek wisata yang cukup
terkenal di Yogyakarta selain objek pantai lainnya seperti Samas, Baron, Kukup,
Krakal dan Glagah. Parangtritis mempunyai keunikan pemandangan yang tidak
terdapat pada objek wisata lainnya yaitu selain ombak yang besar juga adanya
gunung-gunung pasir yang tinggi di sekitar pantai, gunung pasir tersebut biasa
disebut gumuk. Objek wisata ini sudah dikelola oleh pihak pemda Bantul dengan
cukup baik, mulai dari fasilitas penginapan maupun pasar yang menjajakan
souvenir khas Parangtritis. Selain itu ada pemandian yang disebut parang wedang
konon air di pemandian dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit diantaranya
penyakit kulit, air dari pemandian tersebut mengandung belerang yang berasal
dari pengunungan di lokasi tersebut. Air panas dari parang wedang dialirkan ke
pantai parangtritis untuk bilas setelah bermain pasir dan juga mengairi kolam
kecil bermain anak-anak. Di Parangtritis ada juga ATV, kereta kuda & kuda
yang dapat disewa untuk menyusuri pantai dari timur ke barat. selain itu juga
parangtritis sebagai tempat untuk olahraga udara/aeromodeling.
D. Paragraf
Argumentasi -->
mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan disertai bukti dan
fakta
Contoh:
Pantai
Parangtritis memang memiki keindahan eksotis yang membuat wisatawan ramai
berkunjung, tetapi juga sering menelan korban. Yang disayangkan, sebagian
masyarakat Indonesia masih saja menganggap peristiwa tersebut berkaitan dengan
hal-hal mistis, yakni dikarenakan Ratu Pantai Selatan meminta tumbal. Padahal,
ada penjelasan ilmiah di balik musibah tersebut. Para praktisi ilmu kebumian
menegaskan bahwa penyebab utama hilangnya sejumlah wisatawan di Pantai
Parangtritis, Bantul, adalah akibat terseret rip current. Dengan kecepatan
mencapai 80 kilometer per jam, arus balik tidak hanya kuat, tetapi juga
mematikan. Jadi, banyaknya korban tenggelam tidak ada kaitannya sama sekali
dengan anggapan para masyarakat. Ali Susanto, Komandan SAR Pantai Parangtritis,
juga menambahkan bahwa disepanjang Pantai Parangtritis juga banyak terdapat
palung (pusaran air) yang tempatnya selalu berpindah-pindah dan sulit
diprediksi. Kondisi inilah yang sering banyak menimbulkan korban mati tenggelam.
C.
Syarat Pembentukan Paragraf
Suatu
paragraf dianggap bermutu dan efektif apabila mengkomunikasikan gagasan yang
didukungnya, jika paragraf tersebut lengkap, artinya mengandung pikiran utama
dan pikiran penjelas. Di samping itu sama halnya dengan kalimat, paragraf harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat tersebut antara lain :
Kesatuan
(Unity)
Yang
dimaksud dengan kesatuan (unity) adalah bahwa paragraf tersebut harus
memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu. Kesatuan di
sini tidak boleh diartikan bahwa suatu paragraf hanya memuat satu hal saja.
Sebuah alinea yang mempunyai kesatuan bisa saja mengandung beberapa hal atau
beberapa perincian, tetapi semua unsur tadi haruslah bersama-sama digerakkan
untuk menunjang maksud tunggal (satu maksud). Maksud tungggal itulah yang ingin
disampaikan penulis dalam alinea itu.
Jadi
kesatuan atau unity di sini bukan berarti satu atau singkat kalimatnya,
melainkan kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut menyatu untuk
mendukung pikiran utama sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Contoh
paragraf yang memenuhi persyaratan kesatuan.
Kepaduan
(Koherensi)
Syarat kedua
yang harus dipenuhi sebuah paragraf adalah bahwa paragraf tersebut harus
mengandung koherensi atau kepaduan yang baik. Kepaduan yang baik itu terjadi
apabila hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang membentuk paragraf
tersebut, baik, wajar, dan mudah dipahami tanpa adanya kesulitan. Pembaca
dengan mudah mengikuti jalan pikiran penulis, tanpa merasa bahwa ada sesuatu
yang menghambat atau kejanggalan yang memisahkan sebuah kalimat dari kalimat
lainnya, atau tidak membingungkan bagi pembaca.
Kepaduan
bergantung dari penyusunan kalimat dan gagasan, sehingga pembaca dapat melihat
dengan mudah hubungan antar bgaian-bagian tersebut. Jika sebuah paragraf tidak
memliki kepaduan, maka pembaca seolah-olah hanya menghadapi suatu kelompok
kalimat yang masing-masing berdiri dan tidak berhubungan dengan yang lain atau
masing-masing dengan gagasannya sendiri dan bukan suatu uraian yang
berhubungan.
Pendeknya
suatu paragraf yang tidak memiliki kepaduan yang baik, akan menghadapkan
pembaca dengn loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan, menghadapkan
pembaca dengan urutan waktu dan fakta yang tidak teratur, atau pengembangan
gagasan utamanya dengan perincian yang tidak logis dan tidak lagi berpusat
kepada pokok utama tadi.
Dengan
demikian kalimat-kalimat dalam paragraf bukanlah kalimat-kalimat yang dapat
berdiri sendiri. Kalimat-kalimat tersebut harus mempunyai hubungan timbal
balik, artinya kalimat pertama berhubungan dengan kalimat kedua, kalimat kedua
berhubungan dengan kalimat ketiga, demikian seterusnya. Koherensi suatu
paragraf dapat ditunjukkan oleh:
·
Pengulangan
kata/kelompok kata kunciataudisebutrepetisi.
·
Penggantian
kata/kelompok kata atausubtitusi.
·
Pengulangan
kata/kelompok kata atautransisi.
·
Hubunganimplisitataupenghilangan
kata/kelompok kata tertentuatau ellipsis.
Kejelasan
Suatu
paragraf dikatakan lengkap, apabila kalimat topik ditunjang oleh sejumlah
kalimat penjelas. Tentang kalimat-kalimat penjelas ini sudah dibicarakan di
bagian awal tulisan ini, yaitu pada unsur-unsur paragraf. Kalimat-kalimt
penjelas penunjang utama atau penunjang kedua harus benar-benar menjelaskan
pikiran utama. Cara mengembangkan pikiran utama menjadi paragraf serta hubungan
antar kalimat utama dengan kalimat penjelas (detil-detil penunjang) dapat
dilihat dari urutan rinciannya. Rincian itu dapat diurut secara urutan waktu (kronologis),
urutan logis, terdiri atas sebab-akibat, akibat-sebab, umum-khusus,
khusus-umum, urutanruang (spasial), urutan proses, contoh-contohdandnegan
detail fakta.
D.
Kalimat Topik dan Peletakannya
Berdasarkan
isinya, kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf dapat dibedakan menjadi kalimat
topik dan penjelas. Kalimat topik sering juga disebut kalimat utama, kalimat
pokok, kalimat sentral dan juga kalimat tesis. Kalimat ini merupakan kalimat
yang sangat penting, karena berisi ide pokok paragraf. Kalimat ini sebagai
pusat kalimat-kalimat yang lain dalam paragraf tersebut. Rumusan kalimat topik
harus mengandung dua unsur pokok, yaitu topik dan pembatas. Secara sederhana
kalimat topik dapat dibuatkan rumus sebagai berikut.
Kalimat Topik = Topik + Pembatas
Topik
merupakan kata atau frasa kunci yang berisi pokok pembicaraan yang dikembangkan
dalam paragraf. Biasanya, topik itu mencakup masalah yang sangat luas. Oleh
sebab itu, topik perlu dibatasi. Tanpa dibatasi, topik tidak mungkin dapat
diterangkan dengan hanya satu paragraf. Oleh sebab itu, pembatas dalam kalimat
topik sangat diperlukan. Dalam paragraf pembatas berfungsi untuk pemersempit
cakupan topik. Topik yang telah dibatasi itu dinamakan kalimat topik.
E.
Pola Pengembangan Kalimat
Penjelasan
Pola Pengembangan Paragraf dalam Bahasa Indonesia - Paragraf adalah sekumpulan
kalimat yang saling berkaitan dan memiliki suatu gagasan atau ide pokok yang
ingin disampaikan kepada para pembacanya. Suatu paragraf dapat dikembangkan
dengan pola pengembangan paragraf.
Pola
pengembangan paragraf sendiri adalah suatu penalaran atau pemikiran yang
berdasarkan data untuk menarik suatu kesimpulan. Ada dua cara penalaran untuk
mengembangkan paragraf yaitu penalaran deduksi dan induksi. Di bawah ini adalah
pembahasan lebih lanjut mengenai pola-pola pengembangan paragaf tersebut.
1. Penalaran
Deduksi
Penalaran
deduksi adalah proses pengembangan paragraf dimana hal-hal umum dikemukakan
terlebih dahulu kemudian selanjutnay didukung atau diperjelas dengan hal-hal khusus.
Proses penalaran deduksi terbagi menjadi dua yakni silogisme dan entimen.
1.1
Silogisme
Proses
penalaran silogisme adalah proses penarikan sebuah kesimpulan dengan
menghubungkan dua pernyataan yang berlainan. Silogisme tersusun dari dua buah
pernyataan yang disebut dengan premis mayor sebagai pernyataan umum, premis
minor sebagai pernyataan khusus dan sebuah konklusi atau kesimpulan.
Rumus
Silogisme
Premis mayor : Semua A = B
Premis minor : C = A
Kesimpulan : C = B
Contoh :
Silogisme
sendiri terbagi menjadi 3 jenis silogisme yaitu:
A. Silogisme
kategorial
Proses
silogisme ini tersusun oleh premis mayor, minor dan kesimpulan yang bersifat
kategoris.
Contoh:
P1 = Semua
karyawan bergelar sarjana
P2 = Budi
adalah karyawan
K= Budi
bergelar sarjana
B. Silogisme
hipotesis
Silogisme
hipotesis adalah silogisme yang premis mayornya berproposisi conditional
hipotesis, yaitu bila premis minor menolak anteseden, simpulannya juga menolak
konsekuen, begitu juga dengan sebaliknya.
Contoh:
P1 = Jika
tidak ada oksigen, makhluk hidup mati
P2 = Oksigen
tidak ada
K = Jadi,
makhluk hidup mati
C. Silogisme
alternative
Silogisme
alternative premis mayornya berupa proposisi alternative. Bila premis minornya
membenarkan salah satu dari alternative yang ada, maka kesimpulannya akan
menolak alterantif lainnya.
Contoh:
P1 = Budi
sedang bermain di tempat Ani atau Joko
P2 = Budi
bermain bersama Ani
K = Jadi,
Budi tidak bermain dengan Joko
1.2. Entimen
Entimen
adalah proses pemendekan silogisme atau disebut juga dengan silogisme yang
dipendekan.
Rumus
entimen
C = B, karena C = A
Contoh:
Silogisme
P1 = Anak
yang rajin selalu mengerjakan Pr
P2 = Budi
mengerjakan PR
K = Budi
adalah anak yang rajin
Dari silogisme
di atas maka entimennya adalah:
Budi selalu
mengerjakan Pr karena dia adalah anak yang rajin.
2. Penalaran
Induksi
Penalaran
Induksi atau Induktif adalah suatu proses pengembangan paragraf dengan
menggunakan penalaran khusus ke umum. Dengan kata lain paragraf yang
menggunakan pola ini dikembangkan dengan menyajikan topik-topik yang khusus
kemudian disimpulkan dengan kalimat khusus pada bagian akhir paragraf.
Proses
penalaran ini dapat dibedakan menjadi:
2.1.
Generalisasi
Proses
generalisasi adalah proses penalaran yang dimulai dari suatu fenomena khusus ke
sebuah kesimpulan umum.
Contoh:
Andi selalu
mengerjakan tugas dari Ibu guru. Dia juga selalu datang ke sekolah tepat waktu
dan tidak pernah sekalipun datang terlambat. Apalagi setiap hari senin, dia
selalu datang 30 menit sebelum kelas dimulai untuk melaksanakan tugas piketnya.
Andi selalu berpakaian dengan rapih. Dia tidak pernah mengelurakan seragamnya
selama di sekolah. Oleh karena itu, bisa dipastikan Andi adalah anak yang
sangat rajin.
2.2
Sebab-Akibat
Sebab akibat
adalah proses penalaran yang diawali dari peristiwa-peristiwa khusus yang
dianggap sebagai sebab dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang dianggap
sebagi akibat.
Contoh:
Setiap
pulang sekolah Ari tidak pernah belajar. Dia lebih suka bermain dengan
teman-temannya. Bahkan pada malam harinya dia selalu begadang hingga larut
malam. Tak pernah sekalipun dia mengulangi pelajaran yang didapatnya di
sekolah. Apalagi untuk mengerjakan Pr. Dia selalu menyalin punya temannya di
sekolah. Itulah mengapa Ari tidak naik kelas tahun ini.
2.3. Analogi
Proses
penalaran ini menggunakan perbandingan suatu benda atau peristiwa yang memiliki
kesamaan khusus untuk menarik sebuah kesimpulan bahwa salah satu benda atau
peristiwa tersebut sama dengan benda atau peristiwa lainnya.
Contoh:
Umur manusia
bisa dikatakan seperti umur buku. Buku semakin hari semakin menipis akibat
halamannya selalu ditulis dengan menggunakan tinta hingga ke halaman terakhir.
Begitu juga dengan umur manusia yang semakin hari semakin berkurang, terisi
oleh pengalaman-pengalaman hidup dari lahir hingga ajal menjemput.
Sumber :
0 comments:
Post a Comment